Page 6 - MENUAI SENJATA DI MASA DAMAI ESAI
P. 6
6
psikologis (MICE atau RASCLS) sesuai kemampuan masing-masing (lihat No.3). Pendekatan
ini tidak dibatasi oleh waktu. Kebanyakan dari mereka yang berhasil melakukan pendekatan,
memiliki sifat extrovert, kepribadian terbuka, senang bergaul, menyukai keramaian, dan
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka. Dengan sifat
extrovert yang dimiliki maka sikap teritorial yang diajarkan selama ini dengan mudah melakukan
pendekatan. Namun tidak menutup kemungkinan prajurit yang memiliki sifat introvert juga bisa
berhasil dalam pelaksanaan tugas. Dari beberapa peristiwa penyerahan senjata api ilegal dari
masyarakat mantan kombatan kepada satuan Kowil, ternyata lamanya waktu pendekatan
sangat berpengaruh. Babinsa yang sudah memiliki hubungan batin lama, baik dalam bentuk
hubungan persahabatan dan pertemanan, ternyata lebih memiliki kecenderungan berhasil
dibandingkan dengan Babinsa yang baru ditugaskan ke daerah. Mereka ternyata telah memiliki
hubungan bukan hanya dalam hitungan bulan bahkan tahunan. Dari hasil penelitian didapat
bahwa subyek mendekati obyek menggunakan pendekatan teori RASCLS: timbal balik (R),
kelangkaan (S), konsistensi (C), kesukaan (L) dan bukti sosial (S) serta teori MICE: uang (M),
ideologi (I), kompromi (C). Sedangkan kewenangan (A) pada teori RASCLS dan E pada teori
MICE tidak digunakan dalam proses ini.
Setelah dilaksanakan pendekatan, maka langkah selanjutnya adalah upaya-upaya
untuk memenuhi kebutuhan sasaran. Dari hasil beberapa wawancara yang dilakukan, peran
perintah atasan (lihat No.4) untuk memenuhi kebutuhan sasaran merupakan faktor kunci yang
menentukan keberhasilan upaya-upaya mendapatkan senjata secara damai dari masyarakat.
Penelitian secara kualitatif terhadap beberapa responden prajurit menunjukkan bahwa tanpa
adanya perintah, mereka cenderung kurang fokus untuk menyelesaikan tugas khusus ini. Ini
terlihat ketika pada tahapan pemenuhan kebutuhan sasaran setelah dilakukan pendekatan.
Dampaknya, informasi intelijen yang didapat, menjadi partikel bebas dan akhirnya hanya
menjadi rahasia umum di kalangan mereka sendiri (kembali ke No.3). Ketergantungan prajurit
pada perintah atasan merupakan kelemahan. Fokus dalam penyelesaian tugas menjadi kata
kunci untuk menutupi kelemahan ini. Memahami MICE dan RASCLS menjadi kunci
keberhasilan pemenuhan kebutuhan (lihat No.5). Hasil penelitian membuktikan bahwa prajurit
yang mengimplementasikan teori RASCLS: timbal balik (R), kelangkaan (S), konsistensi (C),
kesukaan (L) dan bukti sosial (S) serta teori MICE: uang (M), ideologi (I), kompromi (C) memiliki
tingkat keberhasilan lebih tinggi dalam menggalang obyek (mantan kombatan GAM).